Misi Kebangkitan

Fethullah Gülen: Misi Kebangkitan

Sampai saat ini, kita belum pernah menemukan satu pun ideologi yang mampu menghimpun seluruh umat manusia dalam waktu lama. Bahkan kita tidak pernah menemukan satu pun ideologi yang mampu mengetahui apa saja kebutuhan yang harus ada untuk menghimpun seluruh manusia di bawah satu atap. Dengan berbagai macam klaim yang kita dengar, negara-negara barat yang menguasai sebagian besar dunia beberapa waktu lalu, ternyata tidak mampu mewujudkan keamanan dan kesejahteraan yang berkesinambungan di dunia. Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat sosialis dan komunis di timur. Demikian pula halnya dengan kelompok "netral" yang keberadaan mereka sama dengan ketiadaan mereka, yang oleh Jamîl Marîj disebut sebagai Rijâl al-A'râf.

Tentu saja, kegagalan dalam mewujudkan janji-janji ini menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan orang-orang yang berada pada posisi "penerima". Apalagi ketiadaan solusi yang tepat untuk menjangkau seluruh dunia, ketidakmampuan untuk mengayomi seluruh umat manusia, dan penyimpangan terhadap naluri manusia, telah memerosokkan semua orang ke dalam krisis kepercayaan, atau bahkan menjerumuskan mereka ke dalam keraguan terhadap janji-janji yang dilontarkan oleh siapapun juga!

Itulah sebabnya, saat ini umat manusia berada di tengah berbagai jenis sistem yang menjerumuskan mereka ke dalam keraguan, kegelisahan, dan kehinaan. Karena umat manusia selalu meyakini bahwa berbagai sistem yang diberlakukan terhadap mereka sampai hari ini belum bekerja sebagai mana mestinya. Bahkan beragam sistem ini memang tidak dapat melakukan apa-apa sehingga pada tahap selanjutnya akan menyebabkan terjadinya cacat pada seluruh sistem yang bersangkutan!

Kenyataan inilah yang akhirnya menggerogoti semua kebaikan yang dihasilkan oleh berbagai sistem tersebut, sehingga yang tersisa di dalam memori kolektif umat manusia hanyalah potongan-potongan keburukan dan mimpi kosong belaka.

Sebagaimana halnya ketika ada komponen kecil yang hilang dari sebuah sistem mekanik tertentu, yang dapat melumpuhkan seluruh kinerja mesin yang bersangkutan, demikianlah pula halnya dengan ideologi-ideologi yang kita kenal itu. Berbagai ideologi itu tampil ke depan dengan berbagai jargon yang memesona, namun ternyata semuanya memiliki sekian banyak cacat yang parah. Misalnya berupa benturan dengan tabiat asli manusia, ketidakmampuan untuk mengayomi seluruh golongan masyarakat, ketidakmampuan untuk menepati janji-janji yang telah dilontarkan, ketidakmampuan untuk memenuhi hajat hidup umat manusia, mengabaikan nilai-nilai kemanusiaa, atau bahkan ada ideologi tertentu yang justru mempromosikan sifat-sifat buruk seperti dengki, benci, dan marah ke tengah masyarakat.

Semua cacat itulah yang menggerogoti pilar-pilar yang menopang semua ideologi yang ada hingga akhirnya membuat semuanya menjadi puing-puing pemikiran yang tak berguna. Anda tentu boleh mengatakan bahwa semua kehancuran itu sudah diantisipasi oleh masyarakat yang mengalaminya. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa seluruh umat manusia –kecuali hanya sebagian kecil dari mereka- tengah mengalami guncangan, keraguan, dan keputusasaan, sembari terus berupaya menjadi jalan keluar ajaib yang dapat menyelamatkan mereka dari kehancuran.

Berdasarkan fakta-fakta ini, dapat kita katakan bahwa umat kita khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya, saat ini amat membutuhkan sebuah ide brilian yang dapat menguatkan cita-cita kita, memperteguh tekad kita, menyinari pandangan kita, menerbitkan harapan di dalam hati kita, dan sekaligus tidak akan memerosokkan kita semua kembali ke dalam kegagalan.

Ya. Kita memang sangat membutuhkan berbagai ide, tujuan, dan sasaran yang tepat; yang sama sekali tidak mengandung kerancuan intelektual, rasional, dan emosional. Selain itu ia juga harus benar-benar kebal dari serangan berbagai hal negatif yang telah kami jelaskan di atas, dan sekaligus harus dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi yang ada.

Saat ini kita tengah menyaksikan satu periode sejarah yang di dalamnya sedang berlangsung perubahan pusat ideologi di seluruh dunia. Umat manusia mulai beralih secara signifikan dan simultan dari individu tertentu menuju pemikiran dan ideologi. Dan saat ini umat manusia mau tidak mau harus melakukan pengawasan "ekstra ketat" terhadap semua ideologi yang mereka temukan, setelah sebelumnya mereka mengalami kegagalan fatal dengan ideologi yang mereka anut.

Jika kita telah sepakat untuk mendayagunakan situasi ini dengan menggunakan berbagai strategi yang telah dipadu-padankan, dan kita juga telah mengatur kesiapan mental yang ada di tengah masyarakat serta semangat yang terhimpun di dalamnya sejak lama, seputar tujuan yang luhur, maka pasti mayoritas umat manusia –meski dengan jumlah tertentu- akan berkumpul di sekitar pusat orbit ini. Kalau tidak sekarang, tentu di dalam beberapa saat mendatang yang tidak lama lagi.

Namun yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan tujuan yang tepat. Di masa lalu, banyak umat yang sudah menghadapi berbagai halangan yang dihadapi umat-umat di masa kini, seperti dalam bentuk guncangan hebat meski sebenarnya mereka sedang berkuasa, namun mereka gagal memadukan kekuasaan itu dengan tujuan luhur yang tepat, sehingga akhirnya mereka tidak mampu memberi kesan di dalam hati umat manusia.

Adalah benar jika dikatakan bahwa kondisi seperti itu sering terjadi di negara-negara yang belum memiliki peradaban dan iklim demokrasi yang mapan. Tapi harus diakui pula bahwa ternyata negara-negara yang mengklaim bahwa mereka adalah guru bagi dunia dalam urusan peradaban dan demokrasi, juga mengalami kondisi yang tidak lebih baik dari kondisi negara-negara berkembang tadi. Sehebat apapun penampilan negara-negara maju itu, dan sekeras apapun mereka meneriakkan klaim untuk mengagulkan diri mereka sendiri, tapi ternyata banyak dari negara yang terlihat besar dengan segala kekayaan, gaya hidup, dan kegemerlapannya, sebenarnya negara-negara itu sedang membuai orang-orang yang tertipu dengan kebohongan sementara dengan tingkah-polah mereka yang oportunistik. Mereka pasti akan langsung bungkam ketika muncul kebutuhan untuk membicarakan hari esok, alih-alih menciptakan harapan di masa depan yang gemilang atau kehidupan yang lebih baik. Dan yang lebih parah lagi adalah ketika ternyata negara-negara "maju" itu justru terus melakukan penggerogotan terhadap spiritualitas, nurani, dan naluri fitrah manusia.

Jadi, yang harus kita lakukan saat ini–dengan segala kondisi negatif yang terhampar di hadapan kita- adalah meletakkan tujuan luhur di hadapan kita untuk kemudian kita ciptakan jalan untuk mewujudkannya dengan bahan baku berupa nilai-nilai kepribadian kita sendiri agar menjadi dasar bagi bangunan politik dan masa depan kita, hingga akhirnya kita dapat menegakkan stabilitas pada ranah politik kita.

Seandainya semua itu berhasil terwujud, maka kita dapat menggunakan dua kekuatan ini di saat kita bergerak menuju masa depan, tanpa pernah membiarkan keduanya untuk saling bertabrakan. Ketika kita menyatakan "tanpa ada tabrakan di antara keduanya", maka sebenarnya ucapan itu muncul dari kesadaran kita bahwa aktivitas atau gerakan apapun yang dilakukan, termasuk ketika semua itu dilakukan dengan penuh ketulus-ikhalasan, maka tetap bisa jadi itu tidak akan dapat selalu terwujud.

Niat yang tulus dan ikhlas tentu saja dibutuhkan karena ketulusan memang selalu menjadi dimensi moral bagi semua bentuk tindakan dan aktivitas yang benar. Dan, kita telah mengetahui bahwa arti ketulusan sama sekali tidak pernah dapat disematkan pada tindakan yang salah. Sesungguhnya setiap gerakan, dapat menjadi pembangun atau perusak, sesuai dengan cara pelaksanaan dan gaya penerapannya.

Ketika kita tahu bahwa akal, logika, dan emosi memiliki arti dalam setiap rancangan dan rencana, maka amatlah penting untuk mewujudkan sebuah keterjalinan yang tepat dan erat antara sebuah rancangan dengan ketiga hal itu, di samping kita juga harus menyingkirkan segala bentuk keretakan emosional yang ada. Ingat, terkadang beberapa tindakan yang kita lakukan dapat saling merusak antara satu dengan yang lainnya disebabkan terjadinya "pertentangan" atau "saling menjatuhkan", meski sebenarnya masing-masing tindakan itu sudah baik dan benar jika kita melihatnya secara parsial.

Coba Anda simak contoh sederhana ini:

Suatu ketika ada beberapa ekor semut yang berusaha untuk bergotong royong membawa sebongkah makanan ke lubang tempat tinggal mereka. Tapi ternyata muncul emosi sesaat di dalam diri masing-masing individu semut itu sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di antara mereka mengenai arah yang harus mereka tuju bersama-sama. Ketika beberapa ekor semut berusaha untuk bergerak ke arah tertentu, ternyata beberapa ekor semut yang lain justru berusaha bergerak ke arah yang lain. Kalau itu terjadi, maka tentu semut-semut itu tidak akan pernah berhasil mengangkut makanan yang mereka temukan itu ke tujuan.

Demikianlah pula halnya dengan masyarakat manusia yang tidak memiliki tujuan luhur yang jelas dan sasaran adiluhung yang mereka sepakati bersama. Atau kalau pun tujuan itu ada, tapi mereka tidak memiliki kesiapan nalar yang sesuai dengan tujuan itu. Itulah sebabnya Anda akan melihat masyarakat seperti itu tidak pernah berhenti bergerak, akan tetapi sama sekali tidak pernah bergerak maju. Karena pergerakan ke arah kemajuan –sejak langkah pertama- selalu mempersyaratkan beberapa hal, yaitu:

  1. Adanya tujuan tertentu yang akan merangsang hasrat serta menimbulkan gairah di dalam hati seperti kegairahan dalam ibadah.
  2. Pendayagunaan sistem tertentu yang sesuai dengan kondisi dan tata nilai masyarakat yang bersangkutan.
  3. Mobilisasi berbagai sumber daya yang ada menuju satu titik tujuan bersama, dengan cara mengerahkan segenap kemampuan ilmiah, pengalaman, dan energi yang ada untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Dalam sejarah Turki, seluruh kekuatan yang dimiliki individu saling bahu-membahu dalam melalui masa-masa perjuangan nasional (Perang Kemerdekaan) demi mewujudkan satu tujuan bersama yaitu "Turki yang merdeka". Sebenarnya tujuan kemerdekaan seperti itu amatlah sederhana, tapi ternyata tujuan seperti itu terbukti mampu mendapatkan perhatian penuh dari seluruh elemen masyarakat. Bahkan tujuan berupa kemerdekaan itu telah mengobsesi segenap akal, logika, dan emosi serta memacu seluruh gerakan yang muncul untuk mengarah pada satu titik yang sama. Meski tentu saja setiap kesuksesan dan keberhasilan pasti menuntut kerja keras dan usaha sungguh-sungguh.

Itulah sebabnya, amatlah sulit untuk menjaga kejernihan warna pemikiran dari kontaminasi perubahan sembari terus menjaga wujudnya agar tetap utuh. Sementara untuk perkara kesuksesan yang akan kita raih dalam hal ini, sebaiknya memang kita biarkan untuk menjadi urusan sejarah.

Kita dapat mengatakan bahwa tidak ada jalan lain bagi sebuah masyarakat yang selalu hidup dalam suasana kesuksesan dan kemenangan, lalu mereka terus mabuk dengan kedua hal itu, mereka pasti akan mengalami kehilangan kesiapan mental dan terperosok ke dalam lingkaran syaitan yang hampa. Kondisi itu pasti akan terjadi jika mereka tidak mau terus memasok nutrisi baru ke dalam tubuh mereka dalam bentuk gairah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang luhur.

Bisa jadi kita akan keliru ketika kita ingin menentukan apa sebenarnya penyebab hilangnya kesiapan ini dengan mengatakan bahwa penyebabnya adalah munculnya perasaan penurunan gairah yang biasa mengiringi setiap keberhasilan, atau perasaan kegembiraan yang berlebihan ketika meraih kesuksesan, atau rasa depresi dan ketidakpedulian yang terkadang menyerang setiap individu. Meski sebenarnya, ada begitu banyak hal lain yang dapat merusak kehidupan intelektual dan aktivitas kita secara luas. Misalnya tindakan yang dilakukan oleh para pembesar dan mursyid (tokoh panutan) yang tidak dapat kita percaya, sehingga hanya menimbulkan kegamangan dan keraguan. Atau hal yang merusak itu dapat pula berbentuk kelemahan dan kekurangpenguasaan para tokoh itu atas tanggung jawab yang mereka emban; atau berupa sempitnya wawasan orang-orang yang dianggap "pakar" yang terkadang mencapai tingkat ketidakmampuan untuk melihat tempat di mana kaki mereka berpijak, sehingga pandangan mereka tidak pernah dapat menemukan tempat yang tepat untuk mengantarkan umat ke cakrawalan yang baru. Atau hal yang merusak itu dapat pula berbentuk kelemahan kita sendiri sebagai umat untuk mengetahui kondisi riil kita sendiri; atau berupa ketiadaan "katalisator" pada diri kita; atau dapat pula berupa tindakan lebih mengutamakan ide-ide oportunistik Machiavellian daripada nilai-nilai agama dan umat...

Sekarang kita tengah menghadapi serangkaian krisis yang bermacam-macam bentuknya yang muncul dari lingkungan yang dijelali dengan berbagai hal berbahaya. Keadaan kita saat ini selalu mengilhami adanya kemungkinan melarikan diri untuk kemudian terperosok ke dalam kondisi karut-marut dan centang-perenang yang akan menyebabkan kehancuran dan kelemahan kita semua. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini akan memancing nafsu musuh kita untuk menyerang dan sekaligus membuat para sekutu kita menjadi turun semangatnya. Bahkan yang lebih menyakitkan dan lebih pahit lagi adalah adanya kecenderungan pada diri kita untuk roboh atau jatuh –semoga Allah menjaga kita dari semua itu- setiap kali kita bersikap malas untuk membendung munculnya sekian banyak celah pada ranah rasional, logika, emosional yang menganga dalam kehidupan umat ini. Sampai umat kita mampu menghindar dari segala bentuk ketakutan dan kengerian yang tidak dapat kita hindari seandainya kita benar-benar jatuh, maka adalah penting dan wajib bagi kita untuk sepenuhnya menyelamatkan diri dari ketersesatan yang terjadi disebabkan ketidakadaan tujuan yang jelas, ketundukan pada penjajahan dan eksploitasi, dan egoisme dalam hidup di bawah pengawalan para ajudan. Semua itu adalah kondisi yang selalu terjadi di negara-negara Dunia Ketiga.

Yang harus kita lakukan saat ini adalah berusaha sekuat tenaga sembari memohon pertolongan kepada Allah ta'ala serta memohon taufik hidayah Ilahi agar umat ini dapat bersatu-padu, sehingga kita dapat berkonsentrasi pada esensi jati diri kita untuk kemudian menentukan sasaran dan tujuan luhur kita.

Dapat kita lihat secara jelas dengan mata kepala sendiri bahwa kita tidak dapat menaklukkan berbagai hal yang terlanjur menjadi kebiasaan dari sekian banyak hal-hal negatif pada masa-masa sulit ini di mana kita harus menghadapi berbagai macam keruwetan kuno yang parah ini, laksana jembatan yang penuh sesak atau jalan yang berjejal. Selain itu kita juga menghadapi tantangan berupa umat yang kelelahan karena harus menghadapi pelbagai bencana yang sangat jarang kita temukan bandingannya dalam sejarah kita.

Tentu saja kondisi yang sama sekali tidak biasa itu menuntut pada lahirnya tekad dan kerja keras yang melebihi tekad dan kerja keras yang sudah dimiliki umat manusia saat ini, sebagaimana halnya kondisi seperti itu juga membutuhkan energi yang melebihi batas kelaziman. Namun pada tahap berikutnya, terkadang kondisi gelap-gulita seperti inilah yang akan menjadi saat-saat kelahiran bersejarah bagi sebuah umat dengan segala rancangan, perencanaan, strategi, dan intelektualitas yang menghasilkan berbagai tuntutan lengkap dengan para pahlawan yang tidak pernah menjalani hidup hanya untuk kepentingan pribadi mereka masing-masing, tapi telah bersumpah untuk mengorbankan hidup mereka demi kehidupan orang lain.

Itulah sebabnya, kita meyakini –di tengah kondisi ketika kita mengharap dan mendambakan agar kita dapat menjadi umat yang besar- betapa pentingnya membuat manhaj dan perencanaan yang dibuat berdasarkan intelektualitas yang profesional. Bahkan sebelum itu kita juga meyakini betapa pentingnya menyiapkan generasi unggul yang sengaja dibentuk untuk melahirkan satu umat yang besar.

Sesungguhnya, upaya untuk mewujudkan ide ini sampai tingkat tertentu, meski hanya pada lingkup kecil yang contoh-contohnya dapat dilihat pada ribuan pahlawan yang telah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka untuk berhijrah ke pelbagai penjuru dunia dengan membawa semangat perjuangan serta nasionalisme yang sama (di saat Perang Kemerdekaan Turki); upaya mereka untuk menanam "ruh umat" di semua tempat; upaya mereka untuk meletakkan deretan batu bata pertama bagi bangunan cita-cita masa depan yang cemerlang di seluruh penjuru dunia; upaya mereka untuk menampilkan wawasan spiritual dan mental di mana pun mereka berada; jerih payah mereka untuk mengangkat umat kita dari kedalaman sejarah agar kembali dapat menduduki posisinya yang layak dalam konstelasi hubungan dunia internasional; serta keberhasilan mereka untuk melakukan semua itu sampai tingkat tertentu... merupakan sebuah contoh yang sangat penting yang dapat menunjukkan kepada kita apa yang dapat dilakukan oleh berbagai generasi yang hatinya begitu kuat bertaut dengan ide luhur hingga mencapai derajat kerinduan.

Meski terkadang kader-kader yang "penuh pengharapan" ini harus mengalami kesulitan berupa lapar dan dahaga, akan tetapi mereka selalu memiliki perisai ampuh yang bernama iman, harapan, dan tekad. Seakan-akan mereka itulah orang-orang yang disebut oleh Muhammad Akif dalam kata-katanya: "Orang-orang yang selalu memohon pertolongan kepada Allah, tidak pernah menyerah untuk berusaha, dan selalu berserah pada hikmah Ilahiyah."

Mereka itulah orang-orang yang selalu mampu mengurai –dengan satu kali gerakan dan embusan nafas- berbagai bentuk kesulitan yang bahkan tidak dapat ditemukan solusinya oleh negara-negara besar dengan segala aktivitas "kacangan" yang mereka lakukan dengan memobilisasi jutaan orang menggunakan iklan yang mereka pertontonkan di mana-mana.

Tentu saja kita tidak boleh menganggap remeh "kreasi" yang luar biasa ini dengan mengatakan bahwa semua keberhasilan itu sebenarnya hanyalah rangkaian ketidaksengajaan belaka, atau dengan mengaitkannya dengan posisi negara-negara yang didatangi oleh para migran. Akan tetapi, rahasia di balik gerakan yang luar biasa ini adalah keberadaan sekian banyak hati yang selalu ikhlas hanya berharap kepada Allah ta'ala, dan ditambah dengan anugerah Allah ta'ala dalam bentuk bertambahnya kebaikan bagi umat ini yang telah mewarisi begitu banyak kemuliaan di dalam perjalanan sejarahnya.

Ya. Keberhasilan dalam kerja besar ini –sebagaimana halnya yang terjadi dalam setiap kesuksesan- selalu berkaitan langsung dengan tekad dan antusiasme dari dada yang dihiasi keikhlasan, ketulusan, dan anugerah taufik dari hadirat Allah ta'ala.

Putra-putra umat ini yang siap berkorban telah bergerak bersama-sama atas nama masa depan negara yang jaya menuju keterasingan dan tempat terpencil. Di tangan merekalah tergenggam obor ilmu pengetahuan dan 'irfan. Seperti mereka yang berani menantang keputusasaan dan kelemahan pada masa-masa terburuk dalam sejarah. Atau seperti rentetan serangan bertubi-tubi yang dilakukan dalam sebuah kebangkitan yang mengejutkan dan kaya dengan kekayaan batin dan jati diri meski berada di tengah kemiskinan dan kekurangan. Atau seperti pasukan yang maju menyambut kematian dalam kegembiraan dan ketenangan hati, dengan senandung lagu-lagu perjuangan bangsa, meski dari sana-sini muncul banyak tekanan, prasangka, dan tuduhan seperti yang terjadi saat ini.

Mereka itulah orang-orang yang telah bertahun-tahun melakukan semua itu tanpa kenal lelah atau jemu, untuk menunaikan sebuah misi penting demi kepentingan umat, bangsa, dan negeri kita. Mata air kekuatan mereka yang tidak pernah kering adalah iman. Sementara bahan bakar bagi obor keteguhan dan kegigihan mereka yang tak pernah padam adalah tujuan luhur dan pemikiran mereka serta ruh umat.

Orang-orang yang tidak mengerti urgensi dari kedua nilai-nilai penting ini tentu tidak dapat menalar kemampuan yang dilahirkan oleh keimanan dan tujuan luhur yang dimiliki seorang manusia, sehingga mereka akan terus bertanya-tanya dalam keraguan yang terkadang bercampur dengan kedengkian dan kebencian. Bahkan terkadang mereka menunjukkan sikap apriori dan marah yang bercampur dengan halusinasi seraya berkata: "Bagaimana semua ini bisa terjadi?" atau "Apa keuntungan mereka dari semua ini?" Dengan kata-kata seperti itu, sebenarnya orang-orang itu sedang membuka topeng mereka sendiri sembari menunjukkan betapa jauhnya mereka dari tujuan dan pemikiran yang luhur.

Kita semua telah mengakui bahwa pemikiran dan tujuan yang luhur adalah bagaikan senandung yang menggerakkan generasi unggul dan sekaligus menjadi "sumber energi" yang tidak pernah berhenti memasok energi untuk mereka. Selain itu keduanya juga menjadi mata air jernih yang mengalirkan kerinduan dan kegigihan mereka, atau menjadi sumber semangat yang membuat seruan mereka membumbung ke langit. Berkat adanya pemikiran yang luhur inilah upaya personal yang dilakukan setiap orang dapat berubah menjadi gerakan yang lebih luas serta mengubahnya menjadi sebuah gerakan sosial. Selain itu pemikiran luhur juga akan menuntun upaya personal ke arah kedalaman, intensitas, dan efektivitas yang bermacam-macam. Bahkan ia juga dapat menciptakan bentuk tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Itulah sebabnya Anda akan melihat aliran yang ditimbulkan oleh pemikiran luhur ini membentuk satu pola gerakan tertentu, meski terkadang harus menabrak tonjolan-tonjolan batu demi melanjutkan gerakannya.

Selama berabad-abad keterpurukan umat manusia di dalam masa kegelapan, sumber kekuatan paling penting bagi para mujahidin di masa awal yang lahir di tengah gurun pasir yang gersang adalah keimanan dan kesadaran mereka untuk menjadikan proses transfer inspirasi keimanan yang mengaliri ke dalam hati mereka ke dalam hati orang lain sebagai tujuan utama. Dengan satu gebrakan mereka mampu mengubah dunia dari kemalangan menjadi kebahagiaan. Dengan satu embusan mereka mampu menjadi corong suara harapan yang kemudian mereka kumandangkan ke tiga benua, dengan landasan berupa cita-cita bangsa Ottoman yang agung.

Cita-cita luhur itulah yang telah berhasil membangkitkan sebuah dinasti dari dataran tinggi Asia, lalu mendorong mereka untuk berpindah menuju Anatolia guna mendirikan sebuah negara besar. Cita-cita itulah juga yang selalu tersemat di dalam benak para pejuang bangsa (dalam Perang Kemerdekaan Turki).

Kondisi serupa juga terjadi pada bangsa Hind yang sampai pertengahan abad kedua puluh mereka belum memiliki apa-apa. Tapi kemudian tekad yang besar telah menggerakkan mereka menuju kemerdekaan. Pada masa itu, landasan kekuatan bangsa-bangsa itu adalah keimanan dan cita-cita serta pemikiran untuk hidup dengan jati diri serta nilai-nilai luhur yang mereka miliki sendiri.

Akan tetapi, sebuah tujuan luhur yang mengobarkan semangat di dalam dada manusia dan mendorong mereka untuk bergerak, haruslah berupa tujuan yang sistematis dan terstuktur dengan baik serta memiliki kaitan dengan sistem atau aturan yang jelas. Jika Anda adalah seorang arsitek, maka Anda harus menyiapkan beberapa hal sebelum Anda mulai mendirikan sebuah bangunan. Anda harus meneliti kekuatan dan jaminan keamanan komponen yang akan Anda gunakan, sebagaimana Anda juga harus menakar kepadu-padanan masing-masing komponen serta ketepatan peran setiap material dalam membentuk keindahan dan penampilan bangunan yang hendak Anda dirikan. Anda harus memikirkan semua itu dengan baik karena apakah mungkin sebuah kesempurnaan akan dapat terwujud tanpa adanya keselarasan dan keterpaduan antara setiap komponen yang ada?!

Sesungguhnya, jika setiap keinginan dan inisiatif individu (fardi) tidak selaras dengan gerakan kolektif (jamâ'i), maka sebuah sistem yang terpadu tidak akan pernah dapat terwujud, karena ketidakteraturan pasti akan menyebabkan benturan antarindividu... dan pada tahap berikutnya akan menyebabkan lumpuhnya sistem yang bersangkutan, karena masing-masing gerak akan melaju pada arah yang saling berlawanan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalau sudah seperti itu yang terjadi, maka nilai yang dihasilkan dari setiap aktivitas yang dilakukan akan menjadi sedemikian rendah hingga mendekati titik nol, mirip dengan nilai yang didapat jika kita terus membagi hasil pembagian angka tertentu dengan angka yang lain.

Sebagaimana yang telah kami tunjukkan pada bagian lalu, nyala bara energi individu tidak boleh dipadamkan sama sekali hanya disebabkan kemungkinan timbulnya bahaya yang dapat disebabkan olehnya. Sebaliknya, yang harus kita lakukan justru memberi bantuan semaksimal mungkin agar tidak ada satu partikel pun yang hilang dari sumber energi seperti itu, karena semuanya harus diarahkan menuju upaya untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Segala bentuk kecenderungan untuk berbenturan harus dihilangkan dari semua orang dan kemudian diganti dengan semangat kekompakan. Bahkan harus dipastikan bahwa setiap individu sebisa mungkin dibentuk dengan karakter seperti ini.

Tampaknya tidaklah keliru jika kita katakan bahwa semua agama datang untuk menanamkan pemahaman semacam ini, melalui berbagai bentuk penyampaian (tabligh) yang bermacam-macam. Setiap agama telah menetapkan beberapa standar untuk mengatur kemampuan individual, dan kemudian mengubahnya menjadi nilai-nilai penting yang digunakan untuk mengarahkan setiap energi intrinsik yang terkandung di dalam setiap individu menuju peradaban dan tamadun yang baru.

Dengan tuntunan agamalah tiap-tiap individu dapat menakar kebebasan dan efektivitas pribadi mereka ketika berhadapan dengan aktivitas dan efektivitas masyarakat; untuk kemudian di satu sisi, mereka dapat dengan bebas merdeka mewujudkan keinginan mereka, sementara di sisi lain mereka dapat menjaga keterpaduan gerakan antarsatu sama lain, sehingga kedua hal itu dapat terwujud dengan baik. Perumpamaannya adalah seperti satelit yang berada di posisinya; ia selalu bergerak pada garis edar mengitari pusat orbitnya sementara dirinya sendiri juga terus berputar.

Akan tetapi perlu diingat bahwa jangan sampai seseorang tertipu oleh dinamika dan aktivitas gerakan yang sehebat apapun, jika seluruh komponen penyempuranaan dan keseimbangan yang ada padanya belum terkait dengan kuat. Mungkin sebagian tidak bersandar kepada sebagian yang lain pada satu garis haluan tujuan umum. Sehingga terkadang hal itu akan menyebabkan terjadinya begitu banyak akibat yang buruk dalam bentuk kejumudan dan kondisi statis. Singkatnya, kejumudan dan kondisi statis, sebagaimana halnya kekacauan dalam bergerak, pada hakikatnya adalah kematian. Tentu saja, semua umat yang individu-individunya mengalami kematian seperti itu pasti akan ditindas dan kemudian tersingkir dari pentas sejarah.

Beberapa di antara faktor pendorong terjadinya gerak individu pada diri manusia adalah: sifat egois, rasa percaya diri, ketidakpahaman atas batas kemampuan, serta ketidaktahuan atas pengaruh semangat persatuan, kebersamaan, efektivitas bersama, dan kekompakan dalam meraih pertolongan Ilahi. Selain itu, terkadang popularitas, kedudukan, ambisi pribadi, dan berbagai daya tarik lain dapat menyebabkan meningkatnya perhatian, sebagaimana daya tarik pribadi juga dapat membuat seseorang terdorong ke garis depan.

Terkadang, perhatian dan daya tarik semacam itu justru dimiliki oleh orang-orang malang yang sama sekali melupakan tujuan dan lingkungan mereka, yaitu orang-orang yang hanya sibuk mengurus kebutuhan makan, minum, tidur, dan hal-hal remeh lainnya. Padahal mereka telah sampai di barisan "pelayanan-dakwah" yang selalu mendengar senandung pelayanan bagi umat dan mengerahkan segenap upaya untuk meraih ridha Allah ta'ala.

Siapapun yang melupakan sasaran dan mengenyampingkan tujuan pasti akan terperosok ke dalam jebakan egoisme. Selain itu berbagai hasrat jasmaninya juga akan mengambil alih posisi "pelayanan-pelayanan" sehingga akan memadamkan kesadaran "hidup untuk kepentingan orang lain".

Dari perspektif ini, kita dapat mengatakan bahwa urusan terbesar kita –yang paling besar dari segalanya- adalah menyalakan bara "keinginan untuk menghidupkan orang lain" di dalam jiwa setiap individu umat ini sekali lagi, serta membersihkan pemikiran barat yang buruk dari diri umat dan tujuan mereka... Setelah itu, yang harus dilakukan adalah menggerakkan energi mereka yang sebelumnya tidak terpakai serta mendorongnya dengan motivasi yang baik dan dengan tindakan yang tepat serta sistematis, agar ia dapat bergerak ke tujuan sejarahnya sekali lagi.

Merupakan sebuah keharusan bagi gerakan seperti ini untuk dilakukannya penentuan rambu-rambu terpadu yang menandai jarak dan akan membentuk poros bagi gerak masyarakat yang terpadu dengan segala komponen yang ada di dalamnya, baik dari kalangan badui maupun masyarakat perkotaan, kalangan pakar maupun kaum awam, para guru maupun para pelajar, dan baik para orator maupun para pendengar...

Yang kami maksud dengan jarak atau pembagian yang terpadu adalah beberapa hal seperti usaha untuk menjadikan umat kita salah satu elemen penting dalam percaturan politik dunia... tekad masing-masing individu untuk menunaikan misi ini dengan baik meski sebesar apapun harga pengorbanan yang harus dilakukan... berkonsentrasi pada prioritas pemikiran dan keseimbangannya dengan emosi ruh umat. Itu semua dilakukan seiring dengan upaya mencegah terjadinya celah pada akal, logika, dan emosi ketika gerakan bersama sedang dilakukan... dan demi mengejar hakikat yang disertai keinginan kuat terhadap ilmu dan upaya mencari jalan ke arah atas menuju Allah ta'ala, serta memasok nutrisi ke tubuh masyarakat dengan semua pemahaman ini secara berkesinambungan.

Dari titik ini, kita mengimani bahwa orang-orang yang saling berbagi atas tujuan dan sasaran yang luhur ini pasti akan menjaga dengan baik tekad dan vitalitas mereka. Pada tahap selanjutnya berbagai kegiatan dan aktivitas kolektif akan dilakukan secara terpadu dan harmonis. Setiap kesempatan dan peluang akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya menggunakan teknik motivasi yang sangat cepat, sehingga semua gerbang pembaruan akan tetap terbuka untuk selamanya berkat keterbukaan pemikiran secara luas.

Untuk mewujudkan semua itu, kita tidak perlu mendiktekan lagi pemahaman baru kepada umat Islam atau pun mengulangi pengajaran tentang Islam kepada kaum muslimin. Yang harus kita lakukan hanyalah memahamkan kembali kaum muslim mengenai urgensi dan vitalitas dari apa yang mereka ketahui tentang Islam secara aktual, kekuatan pengaruhnya, dan kesinambungannya yang takkan ada akhirnya.

Tapi yang benar-benar menyakitkan adalah ketika kita menemukan begitu banyak penjelasan tentang masalah ini yang beragam dan menunjukkan perbedaan yang parah sehingga membuat kita kebingungan... Ketika hawa nafsu mengungguli akal dan merampas posisi uluhiyyah, sementara emosi melahirkan hukum-hukum yang menindih tahta logika... Sebagaimana yang kita lihat, penyimpangan ini terjadi pada orang-orang yang tidak beragama serta selalu menunjukkan pembangkangan dan kekufuran, atau pada orang-orang yang selalu menyerang agama. Selain itu kita juga dapat melihat penyimpangan semacam ini pada kalangan fanatik yang tidak memiliki kehidupan spiritual di dalam hati mereka, karena mereka selalu mengira bahwa hanya merekalah yang paling taat kepada agama... Terkadang, kedua jenis manusia ini memang menunjukkan perbedaan yang mencolok dari segi penampilan mereka, tapi sebenarnya mereka adalah dua kuda pacu yang sama-sama berbahaya bagi agama, umat, dan bangsa ini.

Kedua kelompok manusia ini sebenarnya sama sekali tidak pernah mewujudkan ruh agama, karena keduanya tidak pernah mau menolerir kebebasan berpikir. Selain itu keduanya selalu tertutup di hadapan ide tentang kebersamaan dan saling berbagi. Modal utama mereka adalah kepalsuan, kebohongan, dan manipulasi. Seni terindah bagi mereka adalah adu domba dan ketelatenan mengorek kesalahan semua orang yang mereka anggap tidak sealiran dengan mereka... Orang-orang itu tidak pernah peduli pada apa yang mereka lakukan dan apa yang menjadi landasan dari sikap mereka itu. Karena yang terpenting bagi mereka adalah memangsa dan menelan hidup-hidup semua orang yang tidak mereka inginkan keberadaannya.

Sebenarnya kedua golongan ini selalu berusaha sekuat tenaga untuk melakukan semua itu, sampai-sampai saya berkeyakinan bahwa seandainya saja mereka mengalihkan energi yang mereka gunakan untuk menumpas golongan lain itu ke arah yang positif, pastilah mereka dapat memakmurkan seluruh penjuru dunia.

Tentu saja di dalam kondisi gelap gulita seperti ini, dan di tempat orang-orang yang tidak pernh mau berpikir, melihat, dan mengetahui, tidak akan pernah ada kehidupan pemikiran dan kerinduan pada hakikat kebenaran atau kegiatan pencarian ilmu pengetahuan dan penelitian... Kalaupun ternyata ada, maka pastilah tidak pernah dapat bertumbuh dan berkembang... Kalau pun ternyata dapat bertumbuh-kembang, maka pasti tidak akan pernah mampu lepas dari dimensi mimpi dan fantasi. Kondisi umat kita yang terpuruk saat ini telah memberi kesaksian atas apa yang telah kami paparkan di atas, bukan hanya dengan menggunakan sepotong lidah, tapi juga ikut dituturkan oleh ribuan lidah!

Namun sebenarnya kondisi yang terjadi saat ini menuntut agar mentalitas yang dimiliki umat kita menjadi mentalitas pembangun dan pembuat. Kita harus menyelamatkan diri dari kondisi yang di dalamnya kita mengalami keterpurukan serta menderita kemiskinan pemikiran dan kehilangan tujuan. Hari ini kita sangat membutuhkan –sebelum berbagai hal yang lain- kepada tujuan luhur yang memiliki jangkauan jauh di depan, yaitu kebangkitan kita dengan visi peradaban kita dan kebudayaan kita sendiri.

Tapi harus diingat bahwa agar umat kita dapat meningkat –laksana bangunan yang kokoh- di atas pilar nilai-nilai sejarah kita, kita harus menambah kesabaran kita dalam menghadapi pelbagai penderitaan, siksaan, dan kelambanan zaman ini yang telah mengantarkan umat manusia hingga mencapai tingkat kegilaan.

Sesungguhnya, kesinambungan gerak bertumbuh yang terjadi di dalam suatu umat selalu berhubungan langsung dengan keluasan pengetahuan atas medan yang akan dihadapi. Al-Qur`an telah menyatakan kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: "Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka...," (QS at-Taubah [9]: 42). Jadi Allah selalu menghibur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seraya mengecam orang-orang yang tertinggal dan menganggap remeh perjalanan yang akan mereka tempuh.

Menurut pandangan Islam, sebuah tujuan baru dianggap telah berhasil tercapai jika sasaran utama yang dituju oleh setiap gerak dan aktivitas -yaitu keridhaan Allah ta'ala- memang telah berhasil dicapai. Setelah pencapaian atas ridha Allah itu, makan menjadi sama saja apakah kemudian hasil dari pelayanan yang dilakukan atas nama umat yang terwujud dalam bentuk menaiknya umat ini ke tempat yang layak di tengah kancah dunia internasional benar-benar terwujud, ataukah hal itu tidak pernah terwujud. Karena setiap mukmin selalu berusaha untuk mencari ridha Allah dalam setiap pelayanan khidmat keimanan dan dalam setiap kegiatan dakwah yang ia lakukan. Dari sudut pandang seperti ini, maka semua tujuan selain mencari ridha Allah berubah menjadi tujuan sekunder dan artifisial yang hanya menjadi jalan menuju tujuan hakiki, yaitu ridha Allah ta'ala.

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.