Surah al-Mâidah [5]: 54

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Mâidah [5]: 54).

Pada hakikatnya, firman Allah di atas mengandung berbagai isyarat yang sangat penting, terutama mengisyaratkan akan adanya kemurtadan dari sebagian orang Islam dari agamanya, mungkin di masa depan ada sebagian umat Islam yang tidak mau mengamalkan perintah-perintah agamanya. Karena itu, ketika dinasti Bani Umaiyah sudah tidak dapat memegang teguh kepemimpinan umat Islam, maka Allah mengganti mereka dengan dinasti Al-Abassiyah. Selanjutnya, ketika dinasti Abassiyah sudah tidak memegang teguh kepemimpinan umat Islam, maka datanglah Bani Saljuk, kemudian kaum Utsmaniyah, demikian seterusnya. Dalam firman Allah di atas, disebutkan bahwa orang-orang yang akan memegang pimpinan umat Islam di masa mendatang dalam bentuk Nakirah yang belum dimengerti oleh kaum sahabat Nabi Saw. pada waktu diturunkannya firman Allah di atas pada Nabi Saw., seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, “Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum” (QSAl-Mâidah [5]: 54).

Dalam firman Allah di atas, Allah sengaja menggunakan kata “saufa” yang mengandung arti kelak akan datang suatu kaum yang sifat-sifatnya bahwa kaum itu dicintai Allah dan mereka pun mencintai Allah. Di dalam firman Allah di atas, dapat kita simpulkan bahwa Allah mau mencintai sebagian hamba-Nya, demikian pula sebagian dari mereka ada yang mencintai Allah. Firman Allah di atas juga menyebutkan sifat-sifat terpuji dari sebagian orang yang dipilih oleh Allah untuk memegang pimpinan agama ini, sebagaimana ketika Allah memilih para nabi untuk menyampaikan risalah Allah kepada umatnya masing-masing. Kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya dan kecintaan Allah pernah disebutkan dalam sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud bahwa para nabi itu dipilih oleh Allah untuk menyebarkan risalah-Nya kepada umatnya masingmasing.[1] Kemudian disebutkan pula di akhir firman Allah di atas, “Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Mâidah [5]: 54).

Dengan kata lain, sebagai kesimpulan dari firman Allah di atas adalah tidak seorangpun dibenarkan menentang apapun yang telah ditetapkan oleh Allah bagi dirinya.

Sebagaimana Allah telah memilih Nabi kita sebagai Rasul-Nya dan sahabatsahabatnya pada waktu itu untuk menyebarkan agama ini, maka dalam kesempatan yang lain, Allah akan memilih pula orang-orang tertentu untuk menegakkan agama ini ke berbagai pelosok dunia. Mungkin juga pemilihan Allah itu telah ditetapkan sejak di alam arwah, yaitu Allah akan menegakkan agama ini melewati orang-orang pilihan dan dicintai oleh Allah, karena mereka juga mencintai Allah. Karena itu, sifat-sifat yang disebutkan dalam firman Allah tersebut, sangat penting, sehingga pilihan Allah itu adalah orang-orang yang sangat tepat.

Tentunya mereka adalah orang-orang yang bersih kalbunya, sehingga Allah mencintai mereka dan memilih mereka sebagai satu umat yang kecintaannya pada Allah sangat besar di kalbu mereka. Selanjutnya, firman Allah di atas menyebutkan bahwa mereka tidak mencintai musuh-musuh Allah, meskipun mereka itu adalah orang dekatnya sendiri. Mereka hanya mencintai Allah semata, sehingga mereka mencintai atau membenci sebagian orang hanya karena Allah semata. Mereka Hanya mau memberi atau menerima sesuatu hanya karena Allah dan kalbu mereka senantiasa sibuk untuk berzikir dan mencintai Allah, sehingga tidak ada sesuatu apapun yang lebih besar dari kecintaan mereka kepada Allah. Sifat-sifat yang mulia seperti itu akan terus berlangsung bagi mereka yang menegakkan agama Allah hingga sepanjang masa.

Adapun sifat yang kedua adalah mereka selalu bersikap tegas terhadap musuh-musuh Islam dan bersikap lemah lembut terhadap sesama mukminnya. Mereka selalu rendah kalbu kepada sesama mukminnya. Menurut Ustadz Nursi para sahabat senantiasa bersikap tegas dan menggunakan senjata ketika menghadapi orang-orang dusun, tetapi mereka bersikap lemah lembut ketika menghadapi sesama muslimnya, sehingga pada awal waktu timbulnya Islam, agama ini menimbulkan perpecahan di antara sebagian anggota keluarga, karena di antara mereka ada yang beriman dan ada pula yang menolaknya. Pada waktu itu hubungan kemasyarakatan yang terdiri dari satu keluarga merupakan unsur yang paling penting untuk menyatukan mereka dalam satu agama. Karena itu, mereka selalu bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, contohnya ada sahabat Abu Bakar Radhiyallâhu ‘Anhu yang dikenal dengan seorang yang berkalbu lemah-lembut dan ada pula sahabat ‘Umar Ibnul Khaththab Radhiyallâhu ‘Anhu yang selalu bersikap tegas terhadap musuh-musuh Islam.

Akan tetapi, dewasa ini dunia telah maju dan kebanyakan penduduknya sangat maju cara berpikirnya. Karena itu, cara menarik orang ke dalam Islam, hendaknya ditempuh dengan cara yang lemah lembut atau dengan ilmu atau dengan berdialog. Karena dengan cara bertukar pikiran atau berdialog dengan orang-orang yang beragama lain merupakan cara yang paling berhasil jika dibanding dengan cara kekerasan. Alhasil, dewasa ini yang lebih penting kita gunakan adalah kita harus merasa rendah kalbu kepada sesama orang-orang beriman, bukan saja harus bersifat kasih sayang, sehingga jika ada sebagian saudara kita yang mencaci maki kita, maka kita tidak boleh membalas caci makinya dengan perbuatan yang serupa, tetapi kita harus membalasnya dengan berdiam diri dan bersabar atau dengan kata lain, kita harus meletakkan kepala kita di bawah telapak kaki orang-orang yang beriman. Dengan kata lain, perasaan lemah lembut dan kasih sayang dengan sesama mukminnya lebih didahulukan daripada sifat yang tegas terhadap orang-orang kafir, karena syarat utama untuk mendirikan kesatuan sesama mukminnya setelah mencintai Allah dan mengharap ridha-Nya adalah merendahkan diri kita kepada sesama mukmin. Untuk itu, sebaiknya kita membaca karya tulis Ustadz Nursi setiap dua minggu sekali paling sedikitnya, karena untuk menggalang dan menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam tidaklah mudah.

Kemudian ayat di atas menerangkan sifat selanjutnya bagi orang-orang yang hendak menegakkan agama ini adalah bersifat tegas terhadap musuh-musuh Islam, karena orang-orang di masa kini lebih condong kepada sifat-sifat lemah lembut dan bertukar pikiran daripada saling bermusuhan.

Kemudian firman Allah di atas menyebutkan bahwa sifat orang-orang itu adalah mereka tidak takut dengan celaan siapapun, karena mereka hanya berjuang demi meraih ridha Allah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, “Yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela” (QS Al-Mâidah [5]: 54).

Sebagaimana pula kami mengetahui bahwa telah datang waktunya seorang yang mengaku sebagai orang muslim akan dihinakan orang banyak. Karena itu, ketika kita hendak menyebarkan agama Islam pada orang lain, maka kita tidak boleh mengharap kebaikan dan kesenangan apapun dari mereka. Hendaknya kita senantiasa menjadikan Islam untuk mencapai kemuliaan dan kedudukan, karena kemuliaan seorang hanya untuk Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Karena itu, kita tidak boleh merasa rendah kalbu kepada musuh-musuh Islam, sebaliknya kita harus merasa bangga bahwa kita adalah umat Islam. Hanya dengan perasaan seperti itu saja kita menyelesaikan tugas kita sehari-hari untuk memberi pelajaran di rumah kita, di sekolah kita, di pasar-pasar kita dan di jalan-jalan yang ramai. Pokoknya, kita harus menampilkan kemuliaan agama kita di manapun kita berada dan di waktu apapun dan kita tidak perlu merasa takut dengan celaan orang lain. Karena Al-Qur’an telah menyebutkan sifat-sifat khusus bagi orang-orang yang mau menegakkan agama ini, maka firman Allah di atas menampakkan kemukjizatannya kepada masyarakat dewasa ini.

Selain itu, firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa akan terjadi dari sebagian umat Islam yang keluar dari agamanya sebagai orang-orang yang murtad. Sebenarnya, firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa di setiap masa pasti akan ada sebagian orang beriman yang keluar dari agama Islam, seperti yang pernah terjadi di masa khalifah Abu Bakar ra yang dipimpin oleh Bani Mudlij yang dipimpin oleh Aswad Al-Ansi, Bani Hanifah yang dipimpin oleh Musailimah Al- Kadzab dan Tulaihah Ibnu Khuwailid yang menyalakan api kemurtadan secara luas di antara Bani As’ad dan kabilah-kabilah lain, seperti kabilah Fazara, Ghathfan, Bani Sulaim, Bani Yarbu’, Bani Tamim, Tinda, Bani Bakar dan Bani Ghassan. Di antara suku-suku kabilah yang kami sebutkan tadi, pasti ada yang keluar dari Islam di masa Abu Bakar ra. Perlu diketahui bahwa gerakan kemurtadan ini berlanjut sampai di masa dinasti Bani Umaiyah, dinasti Abassiyah, dinasti Utsmaniyah dan orangorang yang datang setelah mereka, meskipun kemurtadannya itu hanya sedikit, tetapi mereka merasakan akibatnya yang amat pahit.

Karena itu, firman Allah di atas memperingatkan para pimpinan umat Islam, hendaknya mereka tidak ada yang murtad dari agamanya. Jika di antara mereka ada yang murtad dari agamanya, pasti Allah akan mengganti mereka dengan umat lain yang tidak diketahui oleh siapapun di masa apapun dan di manapun adanya. Tetapi, orang-orang itu merupakan orang-orang pilihan Allah dan di antara sifatsifatnya adalah seperti yang telah disebutkan dalam firman Allah di atas, misalnya mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintai mereka. Mereka bersikap rendah kalbu terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka selalu menjaga keimanan dan mendirikan kelompok orang-orang beriman secara terang-terangan, karena tujuan mereka hanya mencapai ridha Allah dan untuk menegakkan agama Allah. Karena itu, mereka senantiasa berjuang di jalan Allah dan mereka tidak takut dan tidak peduli dengan celaan siapapun. Sebaliknya mereka lebih mementingkan mengajak orang-orang lain ke dalam agama Allah dengan cara yang terbaik dan itulah yang menandakan betapa besarnya karunia Allah yang diberikan kepada siapapun yang dikehendaki oleh-Nya.

Perlu diketahui bahwa firman Allah di atas mengisyaratkan juga kepada kita bahwa kemurtadan dari agama Islam itu tidak hanya terjadi pada waktu yang lalu, tetapi akan terjadi berulang kali sepanjang masa dan di setiap kalangan masyarakat. Jika kemurtadan telah terjadi di antara suatu masyarakat tertentu, maka Allah akan mengganti mereka dengan orang-orang lain yang mencintai Allah dan Allah pun mencintai mereka.

[1] Lihat lebih lanjut dalam kitab al-Musnad, karya Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid 1, hadis nomor 79. Juga dalam kitab al- Hilyatu al-Auliyâ, karya Imam Abi Nu’aim, Jilid 1, hadis nomor 375. Juga dalam kitab al-Mustadrak, karya Imam an- Naisaburi, Jilid 3, hadis nomor 632. Dan, dalam kitab al-Majmu’ az-Zawâid, karya Imam al-Haitsami, Jilid 10, hadis nomor 17.