Tugas Melakukan Irsyad dan Mulayamah

Uslub dan Metode dalam Tabligh

Pertanyaan: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Jadilah seorang Muslim” kepada seorang sahabat. Sahabat itu menjawab, “Saya tidak menginginkan hal itu.” Pesan apa yang diberikan kepada para Muslimin dari jawaban Rasulullah, “Meskipun tidak menginginkan, jadilah seorang Muslim!”[1]?

Jawab: Sebenarnya banyak manusia yang menjadi seorang Muslim bukan karena keinginan mereka sendiri. Tapi mereka semakin memperdalam kemuslimannya setelah mendengarkan khotbah-khotbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan memang seseorang tidak bisa secara langsung menjadi seorang Muslim seperti Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Bahkan, para sahabat seperti Umar Radhiyallahu Anhu, Utsman Radhiyallahu Anhu, Talha Radhiyallahu Anhu dan Zubair Radhiyallahu Anhu mengalami waktu-waktu dalam keraguan. Mereka tidak melihat hal ini sebagai sebuah keras kepala dan keras hati. Karena ketidaksesuaian dengan apa yang diprogramkan dalam kalbu dan akal, di masa tertentu mereka berjalan penuh dengan pikiran dan khayalan tapi dalam kalbu mereka selalu berdiri teguh sebagai Muslim.  Dan tiba satu hari dimana mereka tidak memiliki keraguan sekecil apapun.

Hal yang sama terjadi pada Hamzah Radhiyallahu Anhu, umurnya kurang lebih berbeda satu tahun atau kurang, dia berumur 45 tahun ketika menjadi seorang Muslim. Dalam ungkapan sebuah hadis, umur 45 tahun merupakan sebuah masa titik balik, baik itu dalam kemusliman maupun kekufuran dan kebodohan. Maksudnya, setelah melewati umur tertentu seorang manusia sulit untuk merubah sifat, pemikiran dan ruh. Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyiapkan sebuah kombinasi yang sangat penting untuk Sayyidina Hamzah dan sebuah peristiwa yang mengejutkan menanti dirinya. Semua mengetahui peristiwa itu; di suatu tempat sekelompok orang menyiksa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, mereka melempar batu, lumpur dan juga menghina dengan kata-kata yang paling memalukan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dan saat itu, Hamzah datang dari berburu singa dan masih merasakan ketegangan dari perburuan singa. Hamzah mendengar kata-kata hinaan yang dilakukan kepada Rasulullah ketika datang masuk ke Mekkah dalam keadaan seperti itu. Meskipun belum mendapatkan hidayah, Hamzah memiliki ruh yang bersih dan seorang paman Rasulullah. Hamzah tersentuh dengan hinaan berlebihan yang dilakukan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan di waktu itu juga Hamzah menyampaikan bahwa dia berada di pihak Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.[2] Dengan demikian, Hamzah menjadi seorang Muslim setelah berhadapan dengan sebuah peristiwa mengejutkan, bukan dengan sebuah kalimat yang disampaikan di keadaan normal seperti, “Datanglah pamanku, Jadilah seorang Muslim.” Berarti untuk bisa melalui tahap terakhir ini, dia membutuhkan sebuah peristiwa seperti ini. Menurut saya, hal ini sangatlah penting dari sudut pandang falsafah sirah nabawi.

Para pembawa sirah nabawi menjelaskan bahwa Hamzah Radhiyallahu Anhu mengalami keraguan selama dua puluh empat jam setelah menjadi seorang muslim.[3] Seberapa pun besar hal yang dia hadapi, terdapat empat puluh lima tahun kehidupan yang dia tinggalkan. Dan memang seorang manusia akan mengalami kesulitan untuk meninggalkan kehidupan sebelumnya, ditambah dengan perlawanan para muslimin terhadap kaum kafir dan meninggalkan Mekkah untuk berhijrah ke wilayah lain. Tetapi, Hamzah Radhiyallahu Anhu berhasil melewati kesulitan tersebut. Disamping itu, ratusan manusia kuat seperti dirinya –di antara mereka terdapat nama-nama seperti Khalid Radhiyallahu Anhu dan Umar Radhiyallahu Anhu– berada di setiap wilayah namun mereka tidak menerima Islam. Maksudnya, tidak ada sesuatu atas nama iman yang dapat mempesona ruh manusia. Di sisi lain, dia juga tidak banyak mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dan dikarenakan hubungan paman-keponakan dia berada dalam peperangan psikologis dalam pikirannya. Sering kali dia berada dalam peperangan itu dan perasaan dan pikiran seperti, “Haruskah saya meminta nasihat darimu” menekan rasa ego sang paman. Merupakan sebuah hal yang normal untuk seorang manusia mengalami hal seperti itu. Hasilnya, Hamzah Radhiyallahu Anhu mengalami pemberhentian kecil. Tetapi, Inayah Allah Subhanahu Wa Ta’ala turun kepadanya dan Allah menaikkan derajatnya ke Assabiqunal Awwalun. Saya pikir tak banyak orang seperti itu. Beberapa dari mereka berhasil, beberapa kalah. Misalnya, A’sa merupakan salah satu dari mereka. Seorang penyair yang memiliki ruh yang bersih dan lemah lembut, datang dan menerima agama Islam, tapi ketika dia pergi dari hadapan Rasulullah seseorang mengatakan kepadanya bahwa, “Tahukah kamu bahwa agama ini melarang minuman keras.” Mendengar perkataan ini kemudian dia berkata berikan waktu untuk aku berpikir dan pergi meninggalkan tempat itu, tapi dia tidak pernah datang kembali.[4] Padahal seandainya kebiasaan itu disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, mungkin Rasulullah akan berkata, “Jadilah seorang muslim dahulu, kita bisa pikirkan kebiasaan itu nanti.” Karena Rasulullah tahu bahwa kalbunya akan penuh dengan nasehat dari beliau dan dirinya akan berada dalam ketentraman, dia akan memiliki ketentraman ruh di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan dalam waktu dekat dia akan meninggalkan kebiasaan buruknya. Dan siapa yang tahu masih banyak ketidakberuntungan yang sama telah terjadi!..

Saya ingin memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan hal ini: Abu Sufyan dan Safwan Ibnu Uyainah juga tidak yakin sepenuhnya ketika mengucapkan “La ilaha illallah”. Pada awalnya, kalbu mereka disentuh dengan barang-barang rampasan, lalu mereka masuk Islam. Kemudian setelah semakin mengetahui lebih dekat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, terjadi perubahan yang sangat cepat dalam diri mereka. Misalnya, Khalid Radhiyallahu Anhu merupakan seorang pemimpin perang yang hebat. Begitu hebatnya, semua yang ikut dalam peperangan akan memilih untuk berada di pihak yang sama dengan dirinya. Dan pastinya, sangatlah sulit untuk memindahkan pihak dari orang seperti ini. Tapi ketika dia sudah menemukan tempatnya dia menutup semua kekurangannya. Dan dari ungkapan para ahli sirah nabawi ketika busur panah menusuk matanya, Abu Sufyan memandang Rasulullah dan kemudian berkata, “Apa gunanya mataku ini, selama tujuh puluh tahun tidak bisa melihat pemilik sesungguhnya! . Abu Sufyan sangat sulit untuk berpindah pihak namun kemudian berpindah sepenuhnya.[5] Suatu saat ketika diberikan seratus unta dari barang rampasan perang kepadanya, “Sungguh orang ini tidak ada rasa khawatir dari kelaparan, kekurangan dan kemiskinan. Berarti untuk bisa menjadi seseorang yang dermawan seperti ini harus berpegang pada Sang Ghaniy Yang Mutlak,” ucapnya[6]. Dan semua contoh ini saya pikir cukup untuk menunjukkan perilaku-perilaku Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Para Muslimin yang awalnya hanya berasal dari perasaan saja, kemudian setelah berkenalan dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, mereka memiliki ikatan yang lebih kuat terhadap Islam. Karena hal ini menjadi wasilah memenangkan hati, dalam Al Qur’an perjanjian Hudaibiyah disebut “Kemenangan yang Jelas”[7]. Karena berkat perdamaian dan kebersamaan di periode ini, kalbu-kalbu hangat oleh Islam. Kelemah lembutan para Musliman menarik semua manusia kearah mereka. Utsman bin Talha, Amr Ibnu As, Khalid bin Walid merupakan nama-nama dari buah periode ini. Dan memang jika bukan karena prasangka, tidak terbayangkan seseorang tidak menjadi seorang muslim setelah melihat Rasulullah dan para sahabatnya. Menurut  saya, orang yang menghilangkan prasangka itu akan berkata seperti Abdullah Ibnu Salam, seorang Yahudi, “Sungguh tidak ada sebuah kebohongan di lingkungan ini.”[8] dan kemudian dia beralih pihak. 

Sebagai kesimpulan, berada bersama dengan masayarakat dan saling berbagi nilai kesamaan, dengan izin Allah akan melembutkan dan memenangkan banyak kalbu. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dilangkah awal, berusaha untuk memasukkan manusia ke dalam lingkup suci dan meskipun mereka tidak mempunyai keinginan akan tetap meminta kepada mereka untuk menjadi Muslim.

Evaluasi

  1. Bagaimanakah Sayyidina Hamzah masuk Islam? Jelaskan!
  2. Jelaskan kisah A’sa? Apa hikmahnya?
  3. Mengapa perjanjian Hudaibiyah disebut “Kemenangan yang Jelas”?
  4. Bagaimanakah cara melembutkan dan memenangkan banyak kalbu menurut penulis?

(Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Tebliğde Usûl ve Yöntem’ Dari Buku Prizma 4)



[1] Ahmad İbnu Hambal, al-Musnad 3/109, 181; Abû Ya’lâ, al-Musnad 6/471.

[2] Lihat: İbn Hisyam, as-Sîratün-nabawiyyah 2/128-129; al-Hâkim, al-Mustadrak 3/213.

[3] Lihat: al-Hâkim, al-Mustadrak 3/213.

[4] Lihat: al-Qurtubî, al-Câmi’ li ahkâmi’l-Kur’ân 3/56.

[5] Lihat: İbnul-Asîr, Usdul-ghâbah 6/158.

[6] Muslim, zakât 137; İbnu Sa’ad, at-Tabakâtul-kubrâ 2/152-153.

[7] QS. Al-Fath, 48/1.

[8] Tirmizî, kiamat 42; İbnu Mâjah, iqâmah 174; Dârimî, salât 156.