Wanita

Perasaan dan Emosi

His atau perasaan adalah tanggapan manusia terhadap hal-hal yang masuk ke dalam garis perasaan melalui indra eksternal dan internal. Dalam hal ini, manusia yang dapat menanggapi satu atau beberapa hal sekaligus dinamakan dengan hassas (orang yang sensitif).

* * *

Akal adalah sarana yang dimiliki otak untuk mengetahui, sementara hati nurani adalah sarana yang dimiliki jiwa untuk merasakan. Jika kita mendeskripsikan yang pertama sebagai "pengetahuan", maka yang kedua akan lebih cocok dengan makna "perasaan". Oleh karena itu, orang yang hati nuraninya mati tidak akan mungkin bisa merasakan keberadaan dirinya, dan orang yang akalnya tumpul tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang terjadi di dalam dirinya.

* * *

Perasaan dalam sudut pandang hikmah adalah mekanisme jiwa untuk mengetahui sesuatu, yang disebut sebagai hati nurani. Dari sisi ini, maka bisa disimpulkan bahwa orang yang tidak berperasaan adalah tidak berhati nurani dan orang yang tidak berhati nurani adalah orang yang tak berperasaan.

* * *

His dalam makna khusus adalah perasaan yang mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, keindahan dan kejelekan dengan intuisi eksternal, yang mana dengan jalan ini akan ada banyak sifat-sifat kemanusiaan yang muncul. Misalnya, "Ketika kita menawan musuh, apakah kita akan balik membunuh atau malah memaafkan mereka? Ketika mereka menodai kesucian kita, lalu apakah kita akan balik menodai mereka atau malah memperlakukan secara manusiawi?" Ketika kita memilih, maka kita harus selalu melakukannya dengan 'perasaan' dalam makna ini.

* * *

Perasaan dapat dibimbing dan dikembangkan dengan hikmah. Sedangkan filsafat materialis akan memadamkan dan menumpulkannya. Dalam hal ini, orang-orang yang menyandarkan segala permasalahan pada akal tidak akan pernah dapat mengenal dunia perasaan yang terang benderang.

* * *

Perasaan yang benar, membutuhkan sebuah kepekaan yang tulus dan tanpa pamrih. Sebuah kepekaan yang hakiki dan sempurna pun terlahir dari sebuah perasaan yang hakiki dan sempurna.

* * *

Semua kemenangan yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak berperasaan dan berhati nurani adalah kemenangan-kemenangan yang hewani, dan hanya terdiri dari lingkaran-lingkaran aib dan kebusukan. Dan semua itu selalu berakhir dengan kecintaan jasmani yang jatuh ke dalam sumur hawa nafsu, jiwa yang runtuh dan mekanisme hati nurani yang lumpuh.

* * *

Orang-orang yang merasakan rasa sakit dan pahit akibat musibah yang tengah ditimpa oleh agama, bangsa, dan negara, adalah jiwa-jiwa yang telah mencapai tingkatan tinggi dimana telah sadar dengan dunia perasaannya. Sehingga mereka tak ragu untuk mengorbankan hidup mereka secara sukarela demi menjunjung nilai-nilai mulia yang mereka yakini.  Sementara orang-orang yang tak berperasaan, seberapapun mereka berkata-kata tentang pengorbanan, mereka tidak akan mampu bahkan untuk melakukan hal yang terkecil dari yang mereka katakan.

* * *

Adanya beberapa tabiat dalam diri manusia dimana setiap tabiat itu adalah sesuatu yang bernilai, seperti memikirkan dan bekerja untuk kepentingan orang lain meskipun hal itu akan membahayakan dirinya, hidup demi orang lain dan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain... Tabiat-tabiat seperti itu yang ada dalam diri sebagian manusia menunjukkan wujud keberadaan perasaan rohani yang kuat dalam dirinya. Sedangkan orang-orang yang tidak memiliki perasan itu sama sekali, bagaimana bisa untuk menunjukkan seluruh tabiat tersebut, jika untuk melihat dan menunjukkan salah satunya pun tidak mungkin.

Dan ketika mereka melihat sebuah kelebihan, perjuangan, kemurahan hati, dan keberanian, mereka kemudian ikut bergumam seolah-olah mereka menyenandungkan lagu yang sedang dinyanyikan oleh orang lain layaknya komponis.

* * *

Sesungguhnya kemajuan dan kemuliaan sebuah bangsa tergantung pada persatuan perasaan dan tingginya kepekaan bangsa itu. Orang-orang yang telah mendalami dunia perasaannya, mereka tanpa ragu akan rela mengorbankan nyawa demi dakwah dan pemikiran mereka. Ketika tidak menemukan lagi solusi dan tidak ada lagi jalan keluar, mereka pun akan kehilangan akal (karena terlalu dalam berpikir) atau menjadi sakit parah dan mati (karena dalamnya kesedihan).

* * *

Peringkat tertinggi perasaan ini adalah sebuah demam tinggi yang terjadi akibat nilai-nilai diniyyah dan kebangsaan yang ternodai. Jiwa-jiwa yang peka ini seperti sebuah malaria, menggetarkan dan menggoncangkan. Kami pun menyebutnya dengan "khamiyyah".

* * *

Khamiyyah adalah getaran dan kegelisahan jiwa yang muncul karena nilai-nilai mulia mulai runtuh dan hancur. Khamiyyah adalah sebuah keistimewaan yang paling jelas, yang dapat membedakan antara manusia sejati dengan makhluk-makhluk yang berkedok manusia.

Dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam hingga orang-orang yang ditimpa musibah dan ujian sekarang ini, mereka mengembara dan berkelana, kadang di puncak gunung, kadang di gua-gua, kadang di makam-makam sebagai akibat dari demam tinggi pemikiran-pemikiran di otak mereka. Mereka berkeliling di tempat-tempat itu mencari solusi hingga hampir hancur karena beratnya pemikiran di kepala mereka. Dan menurut saya mereka yang membangun era-era yang paling gemilang dalam sejarah adalah para pahlawan his (perasaan) dan khamiyyah ini.