Apakah Gerakan Gülen itu Tindakan Kolektif Altruistik dan Proyek Layanan Kedermawanan Sukarela?

Fethullah Gülen

Berbagai teori Gerakan Sosial mengabaikan kehadiran, dalam tindakan kolektif kontemporer, ’kedermawanan, altruisme dan voluntarisme’, yang merupakan inti dinamika SMO dan layanan yang Gerakan Gülen berikan. Di sini penulis membahas bagaimana kontribusi dan proyek layanan kedermawanan dengan motivasi diri yang berbeda dari proyek layanan yang dimotivasi secara finansial, dan bagaimana berbagai proyek layanan ini menangani kebutuhan pemberdayaan budaya. Penulis berupaya menjawab berbagai pertanyaan: Bagaimana Gülen mendorong individu untuk memberi kontribusi dan melayani masyarakat secara konstruktif? Bagaimana hubungan pendidikan dan altruisme yang dibentuk dalam Pencerahan Gülen dan disampaikan ke masyarakat luas? Bagaimana otoritas negara-negara lain belajar mengenai layanan Pencerahan Gülen? Apakah peranan, kepentingan dan kekayaan Gülen dalam layanan yang diberikannya? Apakah dimensi kemanusiaan, sosial atau agama dari layanan altruistik? Adakah perbedaan antara pemahaman Pencerahan Gülen dan pemahaman humanis sekuler tentang altruisme? Bagaimana tindakan altruistik dilakukan dan membangun fungsi sipil dan (pemberdayaan) demokratisasi?

Di Turki hingga tahun 1980-an hiperpolitisasi dalam seluruh masalah di masyarakat dan pembagian artifisial di antara rakyat sangatlah gamblang. Berbagai masalah ekstremis dan ideologis meningkat pada semangat sektarian antara kelompok kanan dan kelompok kiri, antara Alevis dan Sunni, di sekitar perbedaan etnis antara suku Turki dan Kurdi dan kemudian perbedaan antara definisi sekularisme antara laicist dan mereka dengan latar belakang agama. Berbagai masalah itu begitu jauh mendominasi masyarakat sehingga ketegangan, konflik, dan perseteruan mulai menurunkan tingkat keamanan dan stabilitas di Turki bahkan keberlanjutan negara ini. Ribuan orang terbunuh.

Sepanjang periode ini, Gülen sebagai ilmuwan, penulis, dai dan pemimpin masyarakat sipil, berupaya menarik keluar masyarakat dari ketegangan dan konflik sosial. Pesan ini mencapai massa melalui audio dan kaset video serta kuliah publik dan pertemuan terbatas. Dia menyerukan rakyat agar tidak menjadi bagian masalah-masalah konflik partisan dan pertarungan ideologis yang sedang berlangsung.

Dia menganalisis kondisi dominan dan ideologis di balik kekerasan sosial, teror dan perseteruan. Dia menerapkan keilmuwan dan sumber daya intelektual dan pribadinya untuk meyakinkan orang lain terutama mahasiswa bahwa mereka tidak harus terlibat dalam kekerasan, teror dan kehancuran agar dapat membangun masyarakat yang maju, sejahtera dan damai. Dia menegaskan bahwa kekerasan, terorisme, kematian, kebodohan, kebobrokan moral dan korupsi dapat diatasi melalui toleransi dan rasa simpati melalui percakapan, interaksi, pendidikan, dan kerja sama. Dia mengingatkan mereka tidak berharap segala sesuatu dari sistem karena kemunduran dalam sebagian hal, hambatan birokrasi, partisan, dan stagnasi prosedural serta kurangnya personel yang berkualitas. Dia mendorong rakyat Turki menggunakan hak-hak yang diberikan secara konstitusi untuk memberi kontribusi dan melayani masyarakat secara konstruktif dan altruistik. Gülen meyakinkan mereka bahwa layanan seperti ini merupakan cara dan tujuan untuk menjadi orang yang baik, warga negara yang baik dan seorang muslim yang baik.

Gülen selalu melihat pendidikan sebagai pusat modernisasi sosial, ekonomi dan politik, kemajuan, dan kesejahteraan. Individu dan masyarakat hanya dapat menghormati supremasi dan rule of law, demokrasi dan HAM dan keragaman serta budaya apabila mereka mendapatkan pendidikan yang baik. Persamaan, keadilan sosial dan perdamaian pada masyarakatnya sendiri dan di dunia pada umumnya, hanya dapat dicapai dengan pencerahan pada rakyat dengan moralitas yang baik melalui aktivisme altruistik. Oleh karena itu, pendidikan adalah pengobatan utama untuk masyarakat Turki yang menderita sakit dan juga persoalan kemanusiaan di daerah lainnya.

Identitas dari yang lebih tinggi, keadilan sosial dan pemahaman yang cukup dan toleransi dalam menjamin penghormatan atas hak-hak orang lain, semuanya bergantung pada keberadaan pendidikan universal yang memadai dan tepat. Karena begitu banyak anggota masyarakat tidak dapat mengenyam pendidikan semacam itu, mereka harus didukung dengan dana/aktivitas sosial. Aktivitas sosial ini agar dapat berfungsi dengan baik membutuhkan sumber daya manusia yang baik—relawan yang berdedikasi dalam memberikan pelayanan. Relawan seharusnya tidak hanya sebuah simbol (meskipun bermakna) tetapi juga komitmen jangka panjang yang berakar pada niat yang tulus—motivasi mereka seharusnya bukan preferensi rasial atau kesukuan. Upaya mereka harus berdasarkan kesabaran, berkelanjutan dan selalu menaati hukum negara.

Gülen berbicara dengan anggota masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat di Turki. Dia mengunjungi individu, kelompok, kafe, desa, kota dan kota-kota metropolitan. Dari penjaja hingga industriawan dan eksportir, dari siswa hingga mahasiswa pasca- sarjana, dari masyarakat umum hingga tokoh terkemuka dan elite, dia menyampaikan pesan kepada semuanya: pendidikan dan institu-sionalisasi yang baik dan bagaimana cara mencapainya, kontribusi altruistik dan layanan. Dia mendorong nilai-nilai yang ada pada seluruh tradisi dan agama: tugas, kewajiban moral, kontribusi tanpa mengharap pamrih.

Dalam hal ini, asrama mahasiswa, akomodasi, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, universitas, pusat pendidikan, bimbingan belajar persiapan masuk perguruan tinggi, press dan organ media, penerbitan, bursa mahasiswa, dan beasiswa penelitian dapat terwujud. Para partisipan menjalankan peran modernisasi di bidang pendidikan sementara mereka menyerap hal-hal dari kelembagaan, kegiatan-kegiatan sosial dan dunia luar yang dapat dikembangkan untuk memajukan ’kewirausahaan alternatif’:

Gülen sangat meyakini dan mendorong ikhtiar berusaha. Menurutnya, orang-orang beriman di Turki dan di luar negeri haruslah kaya. Dia menegaskan pendidikan bergandeng tangan dengan pembangunan dan kebersamaan ekonomi dan budaya untuk masa depan yang lebih baik. [...] Dia merekomendasikan dinamika pengetahuan untuk memerangi kebodohan, bekerja untuk mengikis kemiskinan, solidaritas, dan kekayaan.

Tujuan Gülen yang konstruktif, mendasar, konkret dan terde-finisikan dengan baik telah membuat proyek-proyeknya, institusi yang dibangun atas inspirasinya, dapat terlihat pada berbagai keberhasilan tertentu. Keberhasilan dan pencapaian mahasiswa dan sekolah di Turki di tingkat nasional dan internasional, dalam kompetisi ilmiah dan penelitian dalam teori, praktik dan proyek, menarik perhatian positif dari pihak otoritas negara lain (lihat 3.2.6). Disintegrasi Uni Soviet memperlihatkan kebutuhan atas layanan pendidikan dalam berbagai bidang dan budaya. Pendidikan merupakan cara terbaik dan paling bermakna untuk memberi kontribusi atas pertumbuhan dan perkembangan negara-negara tersebut.

Institusi pendidikan yang dibangun dengan aktivitas sosial di bawah inspirasi Gülen memberikan solusi terhadap persoalan di masing-masing suku bangsa. Berbagai institusi ini menerima perbedaan dan memberikan mereka hal yang berharga, bernilai dan dapat dirundingkan. Institusi pendidikan ini mengundang siswa dan anggota masyarakat lainnya untuk hidup berdampingan secara damai dalam keragaman. Institusi ini menyerukan toleransi, dialog antara berbagai lingkup masyarakat dan berbagai bangsa di dunia, perdamaian dan cinta serta komitmen yang kuat atas keterbukaan pikiran dan hati. Siswa bekerja untuk mencapai kedudukan yang beradab ini melalui pendidikan yang baik yang ditawarkan kepada mereka. Dengan sponsor para pendukung Pencerahan Gülen, ratusan institusi pendidikan telah didirikan di lebih dari seratus negara yang berbeda.

Para partisipan Pencerahan Gülen memobilisasi afiliasi sebe-lumnya ke dalam sistem hubungan yang baru. Dalam hal ini, unsur-unsur awal mendapatkan makna yang lebih dalam. Para partisipan mendorong pemanfaatan sumber daya yang terlupakan untuk kemanfaatan sebuah tujuan baru. Pada waktu bersamaan, Pencerahan Gülen mentransformasi dirinya menjadi sebuah unit sosial transnasional baru yang mampu menciptakan sumber daya baru pendidikan dan perdamaian sosial melalui tindakan altruistik.

Seperti Gülen catat sendiri, dia tidak memiliki sesuatu dan ambisi apa pun untuk memperoleh kekayaan duniawi. Ketulusan, kejelasan, gaya hidup yang zuhud dan suri teladan altruismenya berhasil memotivasi guru-guru dan orangtua serta para sponsor untuk mencapai kebaikan bersama. Sebagai seorang manusia dengan ilmu dan kebijaksanaan yang paripurna, seorang penulis dan pembicara yang andal, Gülen dapat memiliki karier yang sangat baik sebagai pemuka masyarakat dan penulis. Akan tetapi, dia memusatkan upayanya atau memotivasi massa dalam investasi pendidikan yang baik dan dia memimpinnya dengan contoh keteladanan. Dia selalu mengambil jarak dari manajemen keuangan institusi dan sebaliknya mendorong sponsor mereka secara aktif untuk mensupervisi penggunaan kontribusi mereka. Hal ini membangun kepercayaan yang tinggi tidak hanya dengan kejujuran dan integritas Gülen tetapi juga orang-orang yang bekerja di institusi-institusi di bawah inspirasinya. Kemudian, para siswa yang dia didik dan keluarga mereka mengikuti keteladanannya. Selain tidak pernah masuk dalam kekayaan pribadi, Gülen dilaporkan mendoakan keluarganya agar tetap hidup sederhana agar tidak menimbulkan kecurigaan mendapatkan keuntungan dari pengaruhnya. Keluarga-keluarga itu dikatakan tetap tersenyum dan berkata: ’Sepanjang Hodjaefendi hidup, kita tidak mengharapkan menjadi kaya!’

Salah satu argumen Gülen mendorong anggota masyarakat agar hidup dan bekerja tidak untuk mereka sendiri pada waktu sekarang tetapi untuk masa depan generasi berikutnya. Dia menegaskan anggota masyarakat pada generasi sekarang dan masa depan akan membayar mahal dan tidak memperoleh kemudahan dan kebahagiaan apabila anggota masyarakat sekarang tidak melakukan berbagai upaya untuk generasi yang akan datang. Memberikan berbagai contoh watak dan peristiwa di masa lalu, dari sejarah Turki dan non Turki atau dari sejarah umat muslim dan nonmuslim, dia berhasil membangkitkan rasa tanggung jawab dan kewajiban moral, kepedulian altruistik kepada orang lain. Dia telah menggunakan analogi sebuah lilin yang membakar dirinya tetapi menyinari sekelilingnya. Apabila anggota masyarakat tidak mampu memberi kontribusi secara finansial, maka dia meminta mereka menyediakan waktu, pemikiran, energi dan dukungan moral untuk layanan kolektif. Di antara keteladanan yang acapkali dia sampaikan adalah para nabi dan rasul, para sahabat dan ketaatan mereka dalam perilaku kenabian dan ilmuwan dari masyarakat global atau ilmuwan dan pemuka masyarakat—suatu yang lazim menemukan nama-nama seperti Newton, Pascal, Sir James Jeans, Kant, Gandhi, Iqbal dan Rumi dalam tulisan dan pengajarannya.

Dengan cara ini, Gülen mendorong anggota masyarakat untuk mengambil bagian dalam layanan altruistik dan proyek-proyek pendidikan. Dia menyampaikan dunia sebagai ladang kesenangan manusia dan Tuhan dan mengatakan mereka harus berkompetisi dalam layanan yang benar dan bermanfaat tanpa motif tersembunyi. Dia mendorong mereka menggabungkan berbagai upaya, sumber daya dan energi mereka ke dalam aktivitas sosial. Dalam hal ini tidak satupun mendapatkan manfaat dari apa yang institusi peroleh kecuali para siswa sendiri. Mengutip sebuah perkataan yang dikaitkan dengan Ali bin Abi Thalib ra, Khalifah Keempat dalam era formatif Islam, Gülen menegaskan bahwa ’seluruh manusia adalah satu saudara dalam kemanusiaan [...] Manusia adalah makhluk yang paling mulia. Mereka yang ingin naik kehormatannya harus melayani makhluk mulia ini.’

’Altruisme’ sebuah istilah yang dicetuskan oleh Auguste Comte adalah sebuah doktrin etika yang menegaskan bahwa seseorang memiliki kewajiban moral untuk membantu, melayani atau memberi manfaat kepada orang lain bila perlu dengan mengorbankan kepentingan sendiri. Sebagian besar agama dunia menegaskan hal ini sebagai nilai agama atau moral dan menyerukan perilaku altruistik bersama dengan disiplin diri dan menjaga kepentingan dan keinginan diri sendiri. Akan tetapi, para ahli psikologi, sosiologi, biologi evolusi dan etnologi memiliki perspektif yang berbeda mengenai altruisme.

Tradisi Islam tidak menyamakan altruisme dengan semacam manipulasi perilaku bersama yang terlihat dalam sejumlah parasit yang dapat mengubah fungsi biokimia organisme lain. Tradisi Islam tidak melihat hal ini sebagai sebuah taktik yang digunakan dalam kompetisi atas sumber daya yang terbatas di masyarakat seperti yang dikatakan dalam analogi seleksi seksual atau evolusi. Hal ini tidak melihat manusia secara alamiah tidak mampu berbuat melebihi preferensi mereka tetapi hanya berbuat demikian sebagai semacam pernyataan kepentingan diri yang dibungkus secara budaya (dan dengan demikian tidak secara sadar). Di dalam tradisi Islam, altruisme bukan pula suatu karma, melainkan gagasan ini menegaskan sebuah tindakan secara etika benar. Altruisme dalam perspektif Islam tidak menghambat upaya individu dalam pengembangan diri, mencapai keberhasilan dan kreativitas dan hal ini bukan sebuah fabrikasi ideologis oleh pihak yang lemah untuk pihak yang lemah atau oleh pihak yang lemah untuk menyingkirkan pihak yang kuat. Hal ini bukan teori permainan yang membahas pada situasi tertentu, strategi yang tersedia untuk setiap pemain dan menghitung hasil rata-rata atau yang diharapkan dari setiap ’gerak’ atau akibat ’gerak’. Apa yang Islam ajarkan sangat berbeda dari apa yang dikatakan oleh para pemikir yang melihat altruisme sebagai bentuk varian mekanisme individual atau spesies untuk keberlanjutan proyeksi diri.

Pendekatan Gülen atas altruisme terutama dibentuk oleh perspektif ajaran Islam, Alquran dan As-Sunnah. Dengan demikian, sumber, asal usul, konsekuensi dan implikasi praksis ideasional dan sosial Pencerahan Gülen juga sangatlah berbeda dari yang ada dalam gerakan yang sudah dieksplorasi sebelumnya dalam teori gerakan sosial. Kemudian, pertanyaan yang muncul adalah: Mengapa keinginan yang luas untuk terlibat dalam tindakan altruistik timbul dalam Pencerahan Gülen? Seperti apakah dimensi moral dari layanan pendidikan dan bentuk tindakan relawan tersebut?

Dalam kaitan dengan struktur politik dan kebijakan sosial, bentuk tindakan relawan muncul sebagai jawaban alternatif terhadap kekurangan, defisiensi atau krisis di pemerintahan atau sistem kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Baik disebabkan oleh krisis buatan manusia atau bencana alam, salah urus atau tidak adanya aturan kesejahteraan dan layanan sosial membiarkan masyarakat terbengkalai. Mereka bertindak untuk memberikan kebaikan atau layanan publik ketika sebuah sistem tidak dapat mengatasi kekurangan struktur melalui saluran institusi pemerintah. Hal-hal terkait tersebut atau peluang-peluang ini menciptakan perasaan bahwa individu terikat oleh kewajiban dan moralitas untuk bekerja demi kebaikan bersama dan tujuan bersama. Kemudian bentuk tindakan khususnya berpusat pada persoalan yang berkaitan dengan kesehatan, perawatan, agama dan pendidikan.

Bar-Tal mencatat altruisme umumnya sejenis perilaku yang a) bermanfaat bagi orang lain, b) harus dilakukan secara bersungguh-sungguh, c) manfaat harus merupakan tujuan itu sendiri dan d) harus diberikan tanpa mengharapkan balasan eksternal. Berkaitan dengan Pencerahan Gülen, Çapan menjelaskan bahwa layanan altruistik mengutamakan dimensi lain dari Pencerahan Gülen dan memberikannya karakter khusus. Layanan ini, Çapan tambahkan, tidak pernah bergabung atau ’disusupi’ oleh kelompok marginal—menyimpang di masyarakat tempat Gerakan Sosial berada atau bukan pula merupakan perilaku agregat dan disatukan di dalamnya—layanan pendidikan ini tidak menjelma menjadi perilaku klaim atau gangguan kekerasan atau hilangnya komitmen dalam menghadapi berbagai masalah pendidikan.

Orang yang diwawancarai Cahit Tuzcu menegaskan peran ajaran dan inspirasi agama:

Ajaran agama yang menyatakan bahwa bertindak untuk kemanfaatan orang lain adalah ajaran agama yang benar dan baik, kewajiban moral untuk memperlakukan orang lain dengan baik dengan jelas membenarkan tindakan relawan Pencerahan Gülen. Karakteristik moral atau kedermawanan berasal dari inspirasi agama, ’melayani orang lain, melayani Tuhan’ atau ’Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain’. Sikap dermawan adalah gaya hidup, cara untuk membersihkan niat, kekayaan, dan kehidupan seseorang.

Dalam hal yang sama, Bahaddin Eker menegaskan:

Dapatlah dipastikan bahwa ajaran agama menginspirasi manusia dan diwujudkan di masyarakat Turki dalam bentuk kedermawanan dan pater-nalisme melalui sedekah, zakat dan amal jariah. Membantu orang lain dan memberikan sumber daya adalah kewajiban orang yang mampu, yang makmur kepada mereka yang lemah, tidak beruntung, kekurangan, musafir, anak yatim, janda dan siswa. Orang kaya harus memperhatikan dirinya bermanfaat bagi orang miskin karena dia bertanggung jawab kepada mereka di depan Tuhan. Selain merupakan kewajiban agama hal ini merupakan sebuah tindakan kedermawanan, karakteristik internal dari seorang manusia sesungguhnya.

Baik Tuzcu dan Eker menggemakan pelajaran dari Gülen, contohnya seperti yang diungkapkan mengenai kehidupan abadi dari yang Maha Kuasa:

Mengarungi dimensi yang tidak terelakkan dalam mengabdi kepada Tuhan berarti melayani; pertama kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan kemudian untuk negara dan bangsa kita, dan akhirnya bagi kemanusiaan dan makhluk hidup serta lingkungan. Pelayanan ini adalah hak kita, dan mengajak orang lain berbuat sama adalah kewajiban kita.

Aspek altruisme lainnya dalam hal ini adalah aktor yang harus secara sukarela mendukung dan memberi kontribusi atas penyediaan layanan kolektif. Berhadapan dengan berbagai masalah yang harus ditangani, seorang individu membentuk solidaritas kolektif secara bebas dan sukarela. Dari pilihan personal itu dia memasukkan jaringan hubungan. Pilihan ini ditandai dengan perhatian altruistik terhadap kesejahteraan orang lain. Tindakan altruistik dicirikan dengan melayani tanpa memungut biaya—tanpa membebani secara finansial, waktu atau imbalan apa pun. Agar sebuah tindakan diperhitungkan sebagai altruistik, pemberian secara bebas itu harus juga mencakup hubungan yang mengikat bersama aktor yang terlibat dalam tindakan kolektif. Melucci (1999) membedakan tindakan tersebut dari tindakan sejenis yaitu solidaritas pribadi yang merupakan bentuk pertukaran antar-personal. Dia mengilustrasikan solidaritas pribadi dengan contoh orang yang membantu tetangganya bercocok tanam secara sukarela dan gotong royong. Kedua karakteristik ini penting karena dapat memahami hakikat layanan sosial altruistik Pencerahan Gülen. Pertama, melayani tanpa memungut biaya, tindakan ini dilakukan tanpa berharap adanya balasan langsung ataupun kompensasi; kedua, tindakan ini dilakukan melalui partisipasi sukarela bersama orang lain dalam organisasi kolektif dan pemberian layanan—seperti Melucci katakan—memasukkan unsur’ ikatan solidaritas sukarela.’

Ketiadaan balasan atau ganjaran ekonomi secara langsung tidak berarti pekerja kegiatan sukarela ini tidak mendapatkan pembayaran sama sekali dalam hubungan kerja mereka. Tidak berarti kepentingan ekonomi tidak merupakan dasar hubungan kerja di antara mereka yang terlibat. Selain itu, ganjaran ekonomi tidak merupakan sebab atau dampak antara aktor relawan dan penerima layanan ini. Tindakan sukarela ini secara khusus bertujuan memberikan manfaat atau keuntungan bagi subjek selain dari relawan atau pekerja. Oleh karena itu, hakikat melayani tanpa memungut biaya sepeserpun bisa dinikmati oleh para penerima secara sukacita. Inilah mengapa Pencerahan Gülen seringkali disebut dengan nama hizmet, layanan yang diberikan untuk orang lain.

Akan tetapi, di luar kepentingan langsung aktor atau pekerja, ada ’balasan’ lain berupa keuntungan simbolik, prestise, harga diri dan otoritas. Hal ini ada pada tindakan altruistik sebanding dengan bentuk pertukaran sosial lainnya. Tindakan altruistik dapat juga meng-hasilkan manfaat ekonomi tidak langsung sepanjang para peserta menghendaki keterampilan yang berguna (yaitu, keterampilan profesional dalam okupasi tertentu), membangun jaringan pengaruh (kontak yang menguntungkan secara profesional), belajar kualitas kepemimpinan.[1] Akan tetapi, berkenaan dengan hakikat layanan ini dan tujuannya kemungkinan besar ada berbagai tujuan sekunder atau tersier yang orang lain ingin peroleh. Akan tetapi, tujuan sekunder atau tersier tidak melencengkan layanan altruistik dan tujuan kolektif yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat untuk mencapai kebaikan bersama. Dengan demikian, kebahagiaan atau harga diri yang dikaitkan dengan individu dan layanan ini atau apa yang dalam bekerja tidaklah dicari, tetapi diperoleh dari kerja altruistik ini.

Karakteristik tindakan altruistik lainnya (seperti catatan Melucci) menghendaki bentuk organisasi yang menghasilkan kinerja yang berhasil guna. Organisasi ini tidaklah harus sama seperti struktur dan hierarki yang terinstitusionalisasi, formal dan asosiatif. Tujuan organisasi ini dapat dicapai melalui jaringan teman, rekan bisnis atau orang-orang dengan pemikiran kemanusiaan yang sama secara informal, terdifusi, terdesentralisasi dan tersebar serta berkumpul dalam sebuah proyek seperti kegiatan Pencerahan Gülen. Dari hari ke hari semakin banyak proyek, layanan, institusi dan inisiatif Pencerahan Gülen mendapatkan dukungan dari berbagai individu, perusahaan, dan organisasi.

Pihak yang diwawancarai Aymaz menunjukkan karakteristik lain yang sama pentingnya dari bentuk sukarela tindakan altruistik, yaitu aspek sipilnya bersama dengan aspek kemanusiaan dan aspek di bawah aspirasi kepercayaan. Dia berpendapat tindakan ini memberikan peluang yang jauh lebih banyak untuk berpartisipasi daripada kegiatan politik. Tindakan altruistik menunjukkan keanggotaan dalam komunitas sipil yang jauh lebih besar daripada sebuah partai politik. Hal ini memberikan anggota masyarakat tujuan hidup, rasa memiliki, tanggung jawab, komitmen, akuntabilitas, insentif dan kebahagiaan hati untuk mencoba agar dapat berguna dan bermanfaat. Selain itu, karena anggota masyarakat harus mencapai sebuah konsensus atas penjelasan proyek sosial, budaya atau pendi-dikan baru, maka tindakan altruistik memiliki fungsi sipil dan demokratisasi yang berbeda—anggota masyarakat belajar bagaimana bernegosiasi dan mempersuasi, mengajukan argumen yang meyakinkan untuk mengakomodasi, fleksibel atas perbedaan, menegosiasi, membuat dan menerima konsensus.

Aymaz berkata Pencerahan Gülen memajukan model budaya, organisasi dan relasional baru kepada masyarakat lebih luas. Gerakan ini mengajarkan individu menggunakan hak-hak institusionalnya untuk memberi kontribusi dan melayani masyarakat secara positif. Dalam pengertian umum, dia mendeskripsikan Pencerahan Gülen sebagai ’bentuk altruisme sosial yang diorganisasi, kolektif, terarah yang muncul dari masyarakat sipil’. Deskripsi ini didukung oleh penjelasan DiMaggio dan Anheier tentang bagaimana layanan nirlaba menjadi sumber keragaman dan inovasi yang memberikan kepada anggota masyarakat dan pengambil keputusan, wahana, model dan solusi untuk menangani berbagai penyakit sosial.

Pada akhirnya, ada orientasi tindakan altruistik yang kehadirannya di dalam domain publik mengungkapkan kebe-radaan dilema tersembunyi yang secara mendalam tertanam di dalam struktur dan kegiatan masyarakat majemuk. Altruisme berkaitan dengan menem-patkan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri; hal ini menunjukkan bahwa tindakan seseorang didorong oleh bukti baik jangka pendek atau bahkan jangka panjang untuk kepentingan diri yang belum terdefinisikan. Fakta ini menandai keberlanjutan di masyarakat majemuk dengan kebutuhan dan tuntutan manusiawi yang tidak dapat disederhanakan menjadi kegiatan rutin birokrasi dan politik. Tindakan altruistik mendorong kita melakukan perubahan dan menerima tanggung jawab. Hal ini menyebabkan individu mendapat simpati masyarakat serta cara untuk memecahkan berbagai masalah; hal ini memungkinkan seorang individu dan publik meng-akomodasi ruang perbedaan sehingga memperkuat solidaritas untuk perdamaian dan kohesi sosial.

Dengan menggunakan cara akomodatif, solidaritas-layanan, keterampilan organisasional dan kepercayaan dari masyarakat, memberikan manfaat bagi masyarakat, Pencerahan Gülen sangat berhasil dalam meyakinkan publik menggunakan hak-hak yang diberikan secara konstitusional untuk melayani kemanusiaan secara positif, konstruktif, dan melalui kontribusi kemanusiaan dengan motivasi diri dan aktivitas sosial. Karena alasan tersebut, Pencerahan Gülen telah menjadi pertama, komponen utama dalam memberikan alternatif dan menentang kepentingan egoistik yang mengorbankan orang lain dan memulihkan ketimpangan, konflik dan kekerasan sosial; dan kedua, salah satu aktor yang paling penting dan utama dalam proses pembaruan ke arah masyarakat sipil, pluralis, demokratis, dan damai.

[1] Hal ini dapat diilustrasikan dari sejarah gereja Kristen di Barat. Misalnya, Gereja Metodis di Inggris acapkali dilihat sebagai ’tempat pelatihan’ untuk politisi pemula Partai Buruh. Dalam hal ini, tradisi ini menyelenggarakan pertemuan berskala kecil dan melakukan kegiatan kebaktian dan sebagainya. Semua hal ini berada dalam konteks kelompok komunitas kepercayaan, keterampilan yang dikembang-kan kemudian dapat disebarkan pada masyarakat sipil yang lebih luas. Hal yang sama dapat diamati dalam kaitan dengan tradisi gereja masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat (Pendeta Dr. Martin Luther King dan Pendesa Jesse Jackson, di antaranya).